SEJARAH TERBENTUKNYA
PERHIMPUNAN KELUARGA BESAR
PELAJAR ISLAM INDONESIA
(PERHIMPUNAN KB – PII)
Bismillâhirrahmânirrahîm
Berawal pada Silaturrahim Halâl bi Halâl Keluarga Besar PII tanggal 28 Februari 1998 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta. Silaturrahim Halâl
bi Halâl yang dihadiri begitu banyak warga KB PII yang diliputi suasana
kangen-kangenan, diantaranya banyak yang menyatakan kehendak dan
keinginannya agar acara tersebut tidak hanya merupakan forum
kangen-kangenan dan sampai di situ. Mereka menghendaki ada kegiatan
lebih lanjut untuk memperjuangkan cita-cita dan aspirasi yang diusung
oleh PII.
Karena acara Silaturrahim Halâl bi Halâl tersebut kemudian ternyata menjadi titik tolak atau starting point
bagi terbentuknya organisasi Perhimpunan KB PII maka kiranya perlu
diterangkan lebih detail. Bermula dari acara pengajian putra-putrinya
Warga KB PII Yogyakarta Besar yang diselenggarakan selama 2 hari pada
bulan November 1997 di rumah Drs. Hidajat di Jl. Utama II No. 107 Pondok
Karya, Pondok Aren, Tangerang dengan ustad tunggal Suprapto Ibnu
Juraimi dari Yogyakarta. Ada juga penceramah lain, yaitu mantan Ketua
Umum PB PII periode 1962-1964 Ahmad Djuwaeni dan Ketua Umum PB PII waktu
itu (periode 1995-1998), Dra. A. Hakam Naja yang diikuti oleh anggota
PB PII lainnya yaitu, M. Ansori, Surahman dan Nurdin Husen. Di samping
Ahmad Djuwaeni hadir juga menyaksikan pengajian itu Endang T. Djauhari,
Hardi M. Arifin dan M.S. Hidajat, tentu saja juga para warga KB PII yang
mengantarkan putra-putrinya. Berkumpulnya sekian banyak warga KB PII
tersebut dimanfaatkan oleh tuan rumah untuk menyampaikan gagasan
menyelenggarakan acara silaturrahim Halâl
bi Halâl, karena sudah lama sekali tidak ada acara semacam itu. Gagasan
itu disambut dengan antusias oleh Endang T. Djauhari dkk dengan usulan
supaya acara itu bersifat nasional, artinya jangan hanya untuk warga KB
PII Yogyakarta saja.
Langkah
berikutnya Endang T. Djauhari dengan nama Muhammad Abduh mengundang
rapat beberapa warga KB PII Jakarta dan warga KB PII Yogyakarta untuk
membentuk panitia Halâl
bi Halâl tersebut yang diselenggarakan di Menteng Raya 58. Untuk
seterusnya seluruh kegiatan panitia dipusatkan di Menteng Raya 58. Perlu
ditambahkan bahwa sebagian besar biaya seluruh acara silaturrahim ini
berasal dari Sdr, Yusuf Rahimi (Ketua Umum periode 1973-1976) dan dari
Ir. Abdul Azis Hoesein, M.Sc.
Berangkat dari suara-suara dan keinginan agar lebih lanjut seperti tersebut di atas, maka Panitia Halâl
bi Halâl yang diketuai oleh Drs. Hidajat dan Sekretaris Budiharto
melanjutkan pekerjaannya mengambil prakarsa untuk mengadakan pertemuan
dengan mengundang para tokoh KB PII di Jakarta dan kota-kota sekitarnya
untuk membahas hal tersebut. Pertemuan pertama untuk membahas hal itu
dilangsungkan tanggal 24 April 1998 di kantor Ir. Hasan Babsel, Gedung
PLN, Jl. Trunojoyo No. 35 Jakarta Selatan. Di antara tokoh KB PII yang
hadir adalah Prof. H. A. Timur Djaelani, MA, Hartono Mardjono, S.H.,
Ahmad Djuwaeni, A.Q. Djaelani, Drs. Moh. Husnie
Thamrin, Endang T. Djauhari, Ir. Hasan Babsel, Utomo Dananjaya, Dra. Sri
Sjamsiar Issom, H. Didih A. Sudarma (Alm.), Soepriyo Martodiwiryo, SH,
Kol. (Purn) Firos Fauzan. Sedang yang memimpin pertemuan adalah Ketua
Panitia Halâl bi Halâl,
Drs. Hidajat. Peserta pertemuan sepakat untuk membentuk perkumpulan
bagi waga KB PII dengan ketentuan agar perkumpulan tersebut bersifat
paguyuban dan longgar (tidak terlalu ketat) serta beberapa catatan
lainnya. Untuk merumuskan dan menindaklanjuti hasil pertemuan tersebut
lalu dibentuk Panitia Perumus terdiri dari : Drs. Hidajat, Moh.
Djauhari, M. Nur Chaniago, Drs. Malidu Ahmad, H.M. Natsir Zubaidi, H.
Syarief Husein Alaydrus (Alm.) dan Ahmad Sukatmajaya, SE., MM, yang semuanya juga hadir dalam pertemuan tersebut.
Hasil
rumusan Panitia Perumus dalam bentuk Pedoman Dasar (Anggaran Dasar)
organisasi yang akan dibentuk disampaikan ke pertemuan Warga KB PII yang
lebih luas yang diselenggarakan pada tanggal 23 Mei 1998 di Masjd
Istiqlal Jakarta. Pertemuan atau rapat ini juga dipimpin oleh Drs.
Hidajat. Setelah dilakukan beberapa perbaikan oleh peserta rapat, saat
itu juga naskah Pedoman Dasar tersebut disetujui oleh peserta rapat.
Istilah Pedoman Dasar dengan sengaja digunakan untuk status perkumpulan
ini dengan maksud untuk memberi arti lebih rendah dan jauh lebih
sederhana dibandingkan dengan Anggaran Dasar, karena hanya mengundang
ketentuan-ketentuan umum saja tentang suatu organisasi. Pada waktu itu
juga dipilih secara bulat Prof. H. A. Timur Djaelani, MA, sebagai Ketua
Majelis Pertimbangan dan Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani sebagai Ketua
Umum Majelis Pengurus. Peserta rapat juga mengusulkan nama-nama untuk
Pengurus Harian. Kemudian Pengurus Harian ini yang menyusun Pengurus
Pusat secara lengkap, baik Majelis Pertimbangan maupun Majelis Pengurus.
Ada dua kategori untuk anggota Majelis Pertimbangan yaitu semua mantan
Ketua Umum PB PII dan warga KB PII yang ada pada saat pembentukan
pengurus ini mempunyai kedudukan penting dalam masyarakat termasuk yang
mempunyai kedudukan penting dalam pemerintahan. Sedang untuk Majelis
Pengurus diusahakan dapat meliputi berbagai unsur, seperti birokrat,
pengusaha, ulama, pendidik, asal daerah, generasi muda dan aneka ragam
pandangan mereka. Dengan sengaja tidak diadakan Departemen atau bagian
khusus wanita dengan harapan pria dan wanita mengerjakan dan
menyelesaikan suatu masalah bahkan semua masalah secara bersama-sama.
Disamping itu, pertemuan ini juga sepakat mengeluarkan pernyataan
mendukung kepemimpinan B.J. Habibie sebagai Presiden RI.
Tentang
terpilihnya Prof. H. A. Timur Djaelani, MA., sebagai Ketua Majelis
Pertimbangan mungkin dapat dinilai sebagai peristiwa yang wajar karena
disamping sebagai pendiri PII beliau juga adalah sosok yang tidak pernah
lepas dari kehidupan PII dalam suka dan duka.
Sedang
tentang terpilihnya Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani memang sebuah
rekayasa. Menjelang pertemuan tanggal 23 Mei 1998 Panitia Perumus
mengundang para tokoh PII lagi di Restoran Natrabu di Gedung Perwakilan
Muhammdiyah, Jalan Menteng Raya No. 62, Jakarta Pusat. Di antara yang
hadir adalah A. Q. Djaelani, Drs. Moh Husnie Thamrin, Hardi M. Arifin,
Hussein Umar, Endang T. Djauhari, M. Djauhari dan Drs. Hidajat. Acara
utamanya adalah mencari calon Ketua Umum organisasi yang akan didirikan
tersebut. Setelah ditawar-tawarkan ke banyak tokoh KB PII termasuk yang
hadir di situ ternyata tidak ada yang bersedia maka salah seorang yang
hadir M. Djauhari mengusulkan Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani dan
disetujui oleh semua yang hadir. Drs. Hidajat ditugaskan untuk
menyampaikan kesepakatan ini kepada Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani,
walaupun sebetulnya keduanya belum saling mengenal.
Pada
tanggal 22 Mei 1998 malam Drs. Hidajat menelepon Pak Maulani, pertama
yang dilakukannya adalah memperkenalkan diri, kedua memberitahukan
rencana pertemuan KB PII esok harinya. Dengan cepat beliau menukas:
"Oya, saya sudah kenal tanda tangan Anda", berarti surat undangan untuk
pertemuan itu sudah beliau terima. Drs. Hidajat kemudian menyampaikan
kesepakatan beberapa teman untuk memilih beliau sebagai Ketua Umum
organisasi yang akan dibentuk besok, dan karena itu mengharapkan betul
kehadiran beliau dalam pertemuan tersebut. Walaupun pada saat yang sama
akan ada acara serah terima jabatan Menteri Sekretaris Negara dari
pejabat lama kepada Mensesneg yang baru Ir. Akbar Tandjung, atas desakan
Drs. Hidajat beliau berjanji akan hadir walaupun sebentar. Perlu
diingat bahwa waktu itu posisi beliau adalah Sekretaris Wakil Presiden
B.J. Habibie. Sehari sebelum Drs. Hidajat menelepon itu terjadi
pemindahan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada Wakil Presiden B.J.
Habibie, jadi dapat dimengerti apabila beliau memang sibuk luar biasa.
Karena itu ketika beliau datang ke rapat yang sedang membicarakan
rumusan Pedoman dasar/Anggaran Dasar maka pimpinan rapat yaitu Drs.
Hidajat langsung menghentikan pembicaraan itu. Setelah Drs. Hidajat
berkenalan sebentar dengan Pak Maulani langsung menawarkan kepada
peserta rapat keinginan beberapa teman yang mencalonkan Pak Maulani
sebagai Ketua Umum organisasi KB PII yang akan dibentuk hari itu.
Ternyata tawaran itu disambut dengan penuh antusias dan diterima secara
aklamasi bulat dengan tepuk tangan serentak. Maka dengan cepat dan
dengan suara bulat terpilihlah Letjen TNI (Purn) Z.A. Maulani sebagai
Ketua Umum Pengurus Pusat Perhimpunan KB PII. Baru kemudian dipilih
Ketua Majelis Pertimbangan, Prof. H. A. Timur Djaelani, MA.
Dalam
rangka memenuhi peraturan yang ada (UU No. 8/1995 tentang Organisasi
Kemasyarakatan) Pengurus Pusat Perhimpunan KB PII pada tanggal 18
November 1998 mendaftarkan diri ke Departemen Dalam Negeri RI, namun
tidak ada tanggapan. Dalam rangka melengkapi diri supaya dapat bertindak
sebagai badan hukum maka Perhimpunan KB PII telah dikukuhkan dengan
akte notaris No. 5 oleh Notaris Yudo Paripurno, S.H., pada tanggal 6
September 2000. Selanjutnya dengan akte notaris tersebut organisasi
paguyuban Perhimpunan KB PII didaftarkan lagi ke Depdagri dan telah
didaftar sebagai Organisasi Kemasyarakatan dengan Nomor Inventarisasi:
56/D.I.(XI/2000 tanggal 30 November 2000. Nomor pendaftaran ini bagi
teman-teman (pengurus di daerah) mempunyai arti cukup penting dan
menambah “percaya diri“.
Dengan demikian walaupun Perhimpunan KB PII ini didaftarkan sebagai
organisasi paguyuban, namun secara resmi didaftar sebagai organsasi
kemasyarakatan.
Kita
semua mengetahui bahwa kantor sebagai pusat kegiatan organisasi adalah
sangat penting. Dengan keberanian luar biasa dari Ketua Umum maka
Pengurus Pusat dapat kantor di Jl. Madium No. 34 Jakarta Pusat, salah
satu bangunan kantor milik BAKIN (BIN). Namun setelah Ketua Umum, Letjen
TNI (Purn) Z.A. Maulani lengser dari jabatan dinasnya sebagai Kepala
BAKIN maka Pengurus Pusat Perhimpunan KB PII juga harus pindah dari
tempat itu. Juga dengan keberanian mental luar biasa serta keberanian
untuk mengeluarkan uang dari sakunya untuk menyewa ruangan kantor
tersebut maka Pengurus Pusat Perhimpunan KB PII dapat berkantor di
Gedung Balai Pustaka, Jl. Gunung Sahari Raya No.,4, Jakarta Pusat. Itu semua adalah jasa Drs. M. Tauhid.
Perkembangan yang cukup penting yang perlu dicatat adalah mengenai sifat organisasi, yaitu “paguyuban“.
Sifat paguyuban merupakan ciri organisasi Perhimpunan KB PII yang
melekat sejak awal pembentukannya sampai dengan Musyawarah Nasional ke-2
tahun 2005. Pada Musyawarah Nasional ke-2 sifat “paguyuban“
itu dihapus dari Anggaran Dasar Perhimpunan KB PII. Sifat organisasi
yang tercantum dalam Pasal 4 Anggaran Dasar kemudian menjadi berbunyi
sbb ini.
- Organisasi ini bersifat kekeluargaan, independen, dan tidak terikat pada pihak mana pun juga.
- Perhimpunan KB PII mempunyai hubungan sejarah dan cita-cita yang sangat erat dengan Pelajar Islam Indonesia (PII).
Dengan
dihilangkan sifat paguyuban ini diharapkan dapat pula menghilangkan
kesan bahwa Perhimpunan KB PII hanya merupakan wadah untuk
kangen-kangenan dan sekedar wadah untuk bernostalgia tentang kehebatan
dan kejayaan PII di masa lalu.
Perkembangan
lain yang juga perlu dicatat adalah perubahan nama Organisasi Keluarga
Besar Alumni Pelajar Islam Indonesia Wlayah Jawa Barat (KBA PII) menjadi
Perhimpunan Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (Perhimpunan KB
PII). Perlu diketahui bahwa KBA PII Wilayah Jawa Barat didirikan di
Bandung pada tanggal 28 Maret 1998. Jadi lebih dahulu dibandingkan
dengan Perhimpunan KB PII yang didirikan pada tanggal 23 Mei 1998.
Keputusan untuk mengubah nama KB PII dan menyatukan diri ke dalam
Organisasi Perhimpunan KB PII diambil pada Musyawarah Wilayah I Keluarga
Besar Pelajar Islam Indonesia Wilayah Jawa Barat di Bandung tanggal 23
Juni 2002.
--------------------------------------
Jakarta, Maret 2005
PENGURUS PUSAT
PERHIMPUNAN KB PII
ttd
H i d a j a t
Sekretaris Umum
betpark
BalasHapustipobet
betmatik
mobil ödeme bahis
poker siteleri
kralbet
slot siteleri
kibris bahis siteleri
bonus veren siteler
2JA